9:Nov
Masih Efektif Kah Persidangan Online?
Oleh : Mukmin Wella
Raha, 9 November 2022. | Mahkamah Agung telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Perma ini mengatur tata cara pelaksanaan persidangan perkara secara daring. Kewenangan MA untuk mengeluarkan Perma ini berbasis pada Pasal 79 dan penjelasannya dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang MA. Perma persidangan pidana online ini sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman antara MA, Kejaksaan Agung, Kepolisian, Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM tentang pelaksanaan persidangan melalui teleconference dalam Rangka mendukung program pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. Untuk diketahui, Perma ini tidak dimaksudkan persidangan harus dilaksanakan secara online, tetapi sebatas memberi landasan hukum dan pedoman kapan persidangan dapat dilaksanakan secara online, dan bagaimana tata caranya.
Selama pandemi Covid-19, pelaksanaan sidang online merupakan sebuah terobosan dan langkah hukum yang dianggap sangat penting yang dilakukan oleh penegak hukum dalam proses peradilan Perkara Pidana agar penyelesaiannya dapat berjalan dengan lancar. Seiring berjalannya waktu, sidang online dinilai memiliki banyak kelebihan yang dirasakan oleh penegak hukum ketika proses peradilan Perkara Pidana ini dilaksanakan secara daring, diantaranya persidangan online dapat mempermudah tim penyidik untuk melakukan pemeriksaan kepada saksi yang sulit didatangkan dan mempermudah proses persidangan yang sifatnya pembacaan surat atau dokumen hukum sehinga dampaknya ada efisiensi waktu, biaya dan tenaga dalam proses penegakan hukumnya.
Terlepas dari beberapa kelebihan yang dimilikinya, dalam tataran pelaksanaannya, sidang online masih menyisakan beberapa catatan. Pelaksanaan sidang online ternyata memiliki beberapa kendala dan permasalahan yang efektivitasnya perlu dikaji kembali apakah akan terus dipertahankan sebagai instrumen penyelesaian perkara di pengadilan. Pelaksanaan sidang secara online memiliki banyak kendala, salah satunya adalah kendala koneksi, terutama koneksi internet yang dialami oleh penegak hukum di wilayah timur Indonesia. Beberapa kalangan juga menilai bahwa seringkali pelaksanaan sidang online berlangsung tidak kondusif, suara sering storing sehingga perkara berat yang digali tidak dapat terjawab dengan baik. Bukan hanya itu, masih terdapat kendala teknis lain, diantaranya keterbatasan penguasaan teknologi, koordinasi antar pihak yang kurang baik, penasehat hukum tidak berada berdampingan dengan terdakwa serta tidak dapat memastikan saksi dan terdakwa dalam tekanan/dusta.
Senada dengan hal tersebut, Dosen Fakultas Hukum Universitas UI, Feby Mutiara Nelson juga pernah mengatakan bahwa persidangan online memiliki beberapa kendala. “Sebagai contohnya saat ini belum ada KUHP yang mengatur soal Sidang Online, hal ini akan berpengaruh pada hak dan kewajiban bagi terdakwa dan saksi bisa tidak terpenuhi,” ujarnya.
Sebelumnya, permintaan pengkajian ulang terkait pelaksanaan sidang online pernah juga disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia menyoal efektivitas sidang online di pengadilan harus dikaji lebih jauh. Hal ini disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak saat melakukan keterangan pers beberapa waktu yang lalu. Terkait persoalan ini, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung RI, Dr. H. Sobandi, S.H., M.H. mengatakan bahwa keputusan pelaksanaan sidang online atau tatap muka ada di Majelis Hakim.
Dengan adanya catatan ini, evaluasi terhadap pelaksanaan sidang online harus segera dilakukan, apakah masih perlu dilakukan sidang secara online atau sidang secara langsung melalui tatap muka. Pemerintah, termasuk di dalamnya Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham, DPR, Mahkamah Agung bahkan Komisi Yudisial perlu duduk bersama mencari rumusan dan solusi atas persoalan ini. Jika kondisi ini tetap dipertahankan, semua unsur perlu mendorong dimasukkannya ketentuan serta pengaturan terkait proses persidangan online dalam rancangan revisi KUHAP, agar pelaksanaan sidang online ini dapat menemukan kebenaran-kebenaran materil yang hakiki dan bagaimana tercapainya keadilan yang diharapkan.(mw)